Tabungan Qurban: Bukan Soal Uang, Tapi Soal Niat dan Kesungguhan

Kita sering mendengar orang berkata, “InsyaAllah kalau ada rezeki, saya mau qurban.”
Kalimat itu terdengar baik, tapi sering kali menjadi alasan yang paling lembut untuk menunda kebaikan. Padahal kalau kita mau jujur, bukan karena tidak ada uang kita belum berqurban, tapi karena belum menjadikan qurban sebagai prioritas.
Lihat saja bagaimana kita mengatur keuangan untuk hal-hal lain. Untuk beli HP baru, kita bisa cicil. Untuk liburan, kita bisa rencanakan berbulan-bulan. Tapi untuk qurban ibadah yang dicontohkan langsung oleh Nabi Ibrahim dan disempurnakan oleh Rasulullah ﷺ mengapa kita tidak punya rencana?
Qurban Itu Bukan Tentang Kaya, Tapi Tentang Mau
Qurban bukan ibadah hanya untuk orang kaya. Ia adalah ibadah bagi mereka yang punya niat besar meskipun dengan kemampuan kecil. Dalam sejarah, kita mengenal sahabat Nabi yang rela menjual barang kesayangannya demi berqurban. Mereka tidak menunggu berlebih, mereka hanya menunggu waktu yang tepat untuk menyerahkan sesuatu yang mereka cintai, karena itulah makna tadhiyyah (pengorbanan).
Sekarang, kita hidup di zaman yang jauh lebih mudah. Gaji datang teratur, sistem tabungan tersedia, bahkan lembaga-lembaga sosial menyediakan program tabungan qurban yang bisa dicicil bulanan. Jadi kalau masih belum berqurban juga, masalahnya bukan pada kemampuan, tapi pada kemauan.
Tabungan Qurban: Latihan Istiqamah dan Manajemen Rezeki
Bayangkan jika kita mulai dari sekarang. Misalnya, harga satu ekor domba untuk qurban sekitar 3 juta rupiah. Jika kita mulai menabung sejak 10 bulan sebelum Idul Adha, cukup sisihkan 300 ribu per bulan. Setiap bulan, kita tidak hanya menabung uang, tapi juga menabung niat, disiplin, dan kesungguhan.
Tabungan qurban itu seperti latihan istiqamah. Ia mengajarkan kita mengelola rezeki dengan tujuan akhirat. Setiap kali kita sisihkan sebagian, kita sedang mendidik diri untuk menundukkan hawa nafsu yang ingin serba instan.
Dan di hari Idul Adha nanti, saat takbir bergema, kita akan tersenyum sambil berkata:
“Alhamdulillah, aku bukan cuma jadi penonton qurban, tapi bagian dari pelakunya.”
Menyambung Semangat Nabi Ibrahim
Qurban bukan sekadar sembelih hewan. Ia adalah simbol pengorbanan terbesar Nabi Ibrahim yang siap mengorbankan putranya, Ismail. Bagi beliau, perintah Allah lebih utama dari rasa sayang, lebih tinggi dari logika, lebih besar dari harta atau keturunan.
Hari ini, kita tidak diminta mengorbankan anak. Kita hanya diminta mengorbankan sebagian rezeki yang Allah titipkan. Tapi nilai ujian itu sama apakah kita lebih mencintai Allah daripada kesenangan dunia?
Mulai Sekarang, Tidak Perlu Nunggu Nanti
Kebaikan itu tidak menunggu kaya, tapi dimulai dari kesadaran.
Dan tabungan qurban adalah bentuk kesadaran itu. Kita bisa memulainya hari ini dari jumlah kecil, dari niat sederhana. Karena Allah tidak melihat seberapa besar nominalnya, tapi seberapa besar kesungguhan hati di baliknya.
Bayangkan, jika satu keluarga mulai menabung qurban bersama. Setiap bulan, mereka bukan hanya mengumpulkan uang, tapi juga menumbuhkan nilai: tanggung jawab, disiplin, dan cinta kepada sunnah. Anak-anak belajar bahwa qurban bukan beban, tapi kebanggaan.
Dan kelak, ketika mereka dewasa, semangat itu akan menurun: “Mama Papa dulu juga menabung untuk qurban, sekarang giliran kita.”
Hidup ini tentang pilihan. Kita bisa memilih menunda kebaikan, atau memilih menjadi bagian dari pejuang kebaikan. Tabungan qurban bukan hanya tentang uang yang dikumpulkan, tapi tentang niat yang diperjuangkan.
Mulailah hari ini. Karena setiap rupiah yang ditabung bukan hanya mendekatkan kita pada hari qurban, tapi juga mendekatkan hati kita pada Allah.
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)